Uncategorized

Produk UKM Sleman ada di Jogjes Smart

TEMPO.COSleman – Perbelanjaan modern di Sleman yang berupa toko dan pasar modern diwajibkan untuk menerima produk-produk usaha kecil menengah (UKM). Kewajiban tersebut dituangkan dalam Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman tentang Perizinan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang tengah dibahas anggota panitia khusus DPRD Sleman dan eksekutif. Di Yogya karta ada toko modern yaitu Jogjes mart yang menyediakan macam-macan prodak, seperti sambel pecel, kopi, gudeg kaleng,kecap,dan masih banyak lagi.

“Kewajiban untuk menampung produk UKM lokal harus diperkuat dan didetilkan dalam Perda,” kata Huda Tri Yudiana, anggota Pansus Raperda Perizinan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dari Fraksi PKS di DPRD Sleman, Selasa, 28 Agustus 2012.

Huda menjelaskan, bahwa akomodasi tersebut sebenarnya telah diatur dalam Perda Nomor 7 Tahun 2006 tentang Kemitraan antara Pasar Modern dan Toko Modern dengan Usaha Kecil. Hanya saja, perda tersebut mengandung beberapa kelemahan, antara lain tidak mencantumkan sanksi bagi toko modern maupun pasar modern yang tidak mengakomodasi produk UKM lokal, meskipun akomodasi tersebut bersifat wajib. Sehingga tidak ada sanksi bagi toko modern dan pasar modern yang tidak mematuhi aturan tersebut.

“Jadi perlu pencantuman ulang kewajiban menampung produk UKM lokal itu dalam raperda baru sekaligus sebagai syarat perizinan,” kata Huda.

Detail lain yang diperlukan adalah pencantuman kuota produk lokal yang ditampung dalam toko modern atau pasar modern tersebut. Semisal, minimal 10 persen barang yang dijual di toko atau pasar modern adalah produk UKM lokal. Konsekuensinya, jika ada toko atau pasar modern yang tidak menampung produk UKM lokal sesuai kuota, akan ditinjau ulang izinnya. Bahkan, izin dimungkinkan tidak diberikan bagi yang baru akan mendirikan perbelanjaan modern itu.

Implementasi Perda Nomor 7 Tahun 2006 dinilai Huda masih jauh dari harapan. Biasanya produk lokal usaha kecil terkendala masalah standar kualitas dan sistem pembayaran yang diterapkan toko modern atau pasar modern, sehingga daya tawar mereka sangat rendah. Sangat sedikit produk lokal yang bisa ditampung di toko modern dan pasar modern. Pada sisi lain, keberadaan toko modern waralaba yang menjamur hampir di setiap pelosok kecamatan dinilai sangat mengurangi pangsa para pedagang di pasar maupun toko tradisional.

Koordinator Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Prasetyo Atmosutedjo, mendukung keberadaan perda tersebut. Hanya saja perlu ada pengawasan atas implementasi aturan tersebut. “Jangan sampai toko dan pasar modern hanya mengakomodir produk-produk UKM lokal saat pembukaan saja. Setelah itu tidak ada kelanjutannya,” kata Prasetyo.

Poin-poin yang perlu diatur menurut Prasetyo adalah ada pembatasan persentase penyerapan produk lokal. Juga ada sistem pembayaran yang melibatkan pihak ketiga yang merupakan lembaga keuangan, seperti perbankan. “Karena selama ini produk kami dibayar kalau sudah laku. Itu menunggu lama dan memberatkan kami,” kata Prasetyo.

Prasetyo mengingatkan, bahwa 98 persen usaha yang ada di wilayah DIY berbentuk UMKM. Sisanya adalah perusahaan-perusahaan besar. Menurut Prasetyo, semestinya keberadaan UMKM mendapat perhatian lebih dan diunggulkan.

Huda juga tidak menyangkal jika produk-produk UKM kesulitan untuk memenuhi syarat untuk bisa masuk dan dipasarkan melalui toko modern dan pasar modern. Langkah yang perlu dilakukan pemerintah daerah adalah melakukan pembinaan dan advokasi standar bagi produk lokal.

Persyaratan sering menjadi alasan toko modern dan pasar modern untuk menolak, dianggap tidak memenuhi kualifikasi. Advokasi standar tersebut bisa berupa penerapan standar umum yang berlaku bagi sebuah produk. Misal, produk makanan harus sudah mendapatkan izin dari Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) atau dinas kesehatan kabupaten.

sibakul

Sibakul Jogja

You may also like...