Biografi Ki Hajar Dewantara, Sang Bapak Pendidikan Nasional

Ketahui biografi Ki Hajar Dewantara, sang Bapak Pendidikan Nasional yang mendedikasikan dirinya untuk kemajuan pendidikan Indonesia di masa kemerdekaan.

Tentunya Toppers familiar dengan nama Ki Hajar Dewantara, sang Bapak Pendidikan Nasional yang sangat berjasa dalam memberikan akses pendidikan kepada kaum pribumi Indonesia di zaman penjajahan Belanda. Beliau juga aktif dalam menyuarakan pendapatnya dalam tulisan bergaya komunikatif tentang gagasan-gagasan antikolonial.

Di sepanjang hidupnya, beliau telah menjadi aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, serta pelopor pendidikan untuk kaum pribumi di zaman penjajahan Belanda. Ia juga mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta yang memberikan akses pendidikan kepada rakyat pribumi yang belum bisa mengemban pendidikan di sekolah biasa pada masa itu.

Atas dedikasinya dalam memperjuangkan pendidikan Indonesia, beliau pun dijuluki sebagai Bapak Pendidikan Nasional, di mana hari lahirnya juga ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional. Semboyan ciptaannya, Tut Wuri Handayani, kini digunakan oleh Kementerian Pendidikan Indonesia.

Biografi Ki Hajar Dewantara

(Fredi A. Malabali, M.Pd.)

Ki Hajar Dewantara lahir dari sebuah keluarga bangsawan. Selain berfokus ke dunia pendidikan, beliau juga banyak berkecimpung di dunia jurnalisme dengan menjadi penulis dan wartawan. Sebelum mengulik lebih jauh tentang biografi Ki Hajar Dewantara, mari kita lihat biodata beliau!

Biodata 

Nama: Ki Hajar Dewantara

Alias: Bapak Pendidikan Indonesia, Pendiri Taman Siswa, Pelopor Pendidikan Indonesia, Pahlawan Revolusi Kemerdekaan, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat

Lahir: Pakualaman, 2 Mei 1889

Meninggal: Yogyakarta, 26 April 1959 (umur 69 tahun)

Orang Tua: Pangeran Soerjaningrat dan Raden Ayu Sandiah

Istri: Nyi Hajar Dewantara

Pendidikan:

Europeesche Lagere School (ELS)

STOVIA

Masa Muda 

Ki Hajar Dewantara lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Beliau lahir dan dibesarkan di lingkungan keluarga bangsawan Yogyakarta, yaitu bangsawan Kadipaten Pakualaman. Ki Hajar Dewantara merupakan putra dari pasangan Pangeran Soerjaningrat dan Raden Ayu Sandiah.

Beliau menamatkan pendidikan dasarnya di Europeesche Lagere School dan melanjutkan pendidikan kedokteran di STOVIA. Akan tetapi, pendidikannya di STOVIA harus berhenti karena kesehatannya yang mulai memburuk.

Awal Karir dengan Jurnalisme dan Boedi Oetomo

Ki Hajar Dewantara mulai menggeluti dunia jurnalisme dengan bekerja sebagai wartawan untuk surat kabar Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Beliau banyak menulis artikel bergaya komunikatif dan patriotik untuk menyampaikan gagasan antikolonial kepada pembaca.

Selain menjadi wartawan, beliau juga turut terlibat dalam organisasi sosial dan politik. Beliau aktif berperan dalam Seksi Propaganda Boedi Oetomo untuk menyadarkan rakyat Indonesia betapa pentingnya persatuan dalam berbangsa dan bernegara.

Berjuang Melaui Indische Partij

Selanjutnya, Ki Hajar Dewantara bersama dengan Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo mendirikan partai politik pertama di Indonesia yang bernama Indische Partij.

Partai ini beraliran nasionalisme Indonesia dan dibentuk pada tanggal 25 Desember 1912. Ketiga pendirinya kemudian dikenal dengan nama Tiga Serangkai. Indische Partij sendiri didirikan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.

Saat hendak mendaftarkan Indische Partij untuk mendapatkan status badan hukum, Pemerintah Kolonial Belanda menolak karena dianggap berpotensi membangkitkan semangat rakyat Indonesia untuk memberontak melawan Pemerintah Belanda.

Namun, beliau tidak berhenti sampai di situ saja. Beliau mendirikan Komite Bumiputera untuk melontarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda.

Pengasingan di Belanda

Tidak hanya itu, Ki Hajar Dewantara juga menulis artikel berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga).

Tulisan ini menyebabkan beliau ditangkap dan diasingkan oleh Pemerintah Belanda ke Pulau Bangka, tetapi Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo memprotesnya. Akhirnya, ketiganya diasingkan ke Belanda atas permintaan mereka sendiri.

Pengasingan ini menjadi kesempatan untuk beliau memperdalam ilmu pendidikan untuk nantinya diimplementasikan di Indonesia. Cita-citanya memajukan kaum pribumi Indonesia berbuah dengan diperolehnya Europeesche Akte.

Membangun Taman Siswa 

Sekembalinya Ki Hajar Dewantara ke Indonesia pada September 1919, beliau bergabung dengan sekolah binaan saudaranya untuk mengajar. Pengalaman ini selanjutnya digunakan untuk membangun konsep mengajar untuk lembaga pendidikan yang akan beliau dirikan.

Bersama rekan seperjuangannya, beliau mendirikan sebuah perguruan nasional yang diberi nama Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa (Perguruan Nasional Taman Siswa) pada 3 Juli 1922. Didirikannya perguruan ini merupakan bentuk curahan cinta beliau untuk mengembangkan pendidikan bagi masyarakat pribumi.

Taman Siswa dibentuk untuk menanamkan rasa kebangsaan kepada peserta didiknya agar mereka dapat mencintai bangsa dan memperjuangkan kemerdekaan untuk tanah air tempat mereka berpijak.

Pada masa pembentukan Taman Siswa ini, Ki Hajar Dewantara yang saat itu berusia 40 tahun memutuskan untuk mengganti namanya dari Raden Mas Soewardi Soerjaningrat menjadi nama yang kita kenal sampai saat ini. Beliau tidak ingin menggunakan gelar kebangsawanannya karena ingin merasa lebih dekat dengan rakyat pribumi.

Pasca Kemerdekaan Indonesia dan Akhir Hayat

Setelah merebut kemerdekaan Indonesia, Presiden Soekarno mulai membentuk kabinet beserta jajaran menterinya. Atas dedikasinya terhadap pendidikan rakyat pribumi selama ini, beliau diangkat sebagai Menteri Pengajaran pertama di Indonesia. Beliau juga menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada pada tanggal 19 Desember 1956.

Tidak hanya itu, atas kontribusinya yang begitu besar dalam mengembangkan bidang pendidikan Indonesia, tanggal lahir beliau yang jatuh pada tanggal 2 Mei ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Beliau menghembuskan napas terakhirnya pada tanggal 26 April 1959. Beliau wafat di Padepokan Ki Hajar Dewantara dan dimakamkan di Tanah Wijaya Brata. Upacara pemakaman beliau dipimpin langsung oleh Soeharto yang berperan sebagai inspektur upacara.

Demikian biografi Ki Hajar Dewantara yang bisa kita ilhami perjuangannya. Dari sini, kita bisa melihat bahwa pendidikan juga menjadi salah satu tombak dalam memperjuangkan kemerdekaan. Masyarakat yang melek pemikirannya akan sadar untuk membela dan mempertahankan kebebasan tanah air Indonesia.

sibakul

Sibakul Jogja

Recent Posts

Selamat Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW: Refleksi Keimanan dan Penguatan Nilai-Nilai Kebaikan

Keluarga Besar Dinas Koperasi UKM DIY dengan penuh suka cita mengucapkan Selamat Memperingati Maulid Nabi…

2 months ago

Menjelajahi Kerajinan Tas Khas Yogyakarta: Pilihan Oleh-Oleh Berkualitas dan Berkelas

Yogyakarta, kota budaya yang terkenal dengan kerajinan tangan berkualitas, tak hanya memikat wisatawan dengan keindahan…

2 months ago

Fashion Show Kain Tradisional di Galeri PKGYIA: Upaya Mengangkat Produk UKM DIY ke Kancah Nasional

Kain tradisional Indonesia merupakan warisan budaya yang sarat dengan nilai sejarah dan filosofi. Di tengah…

2 months ago

Galeri Pasar Kotagede: Pusat Oleh-Oleh Khas Yogyakarta yang Tak Boleh Dilewatkan

Yogyakarta selalu memikat hati para wisatawan dengan kekayaan budaya, keindahan alam, dan keramahan penduduknya. Setelah…

2 months ago

Wellflair, Tas Lucu Pilihan Sempurna untuk Gaya Sehari-hari yang Fungsional

Di tengah perkembangan industri fashion yang semakin pesat, tas tidak lagi sekadar menjadi aksesori untuk…

2 months ago

Taplak Meja Lurik dari Sritilurik: Oleh-Oleh Khas yang Elegan dan Bermakna

Jogja selalu memikat hati para wisatawan dengan pesona budaya dan seni tradisionalnya. Salah satu oleh-oleh…

2 months ago