Titik Nol Kilometer Jogja : Kawasan yang Penuh Cerita

Titik Nol – Yogyakarta atau sering disebut Jogja merupakan daerah istimewa dan destinasi wisata terfavorit di Indonesia setelah Bali tentunya menawarkan berbagai macam pesona keindahan dan keunikan-keunikan didalamnya yang membuat nyaman pengunjungnya dan takkan bisa melupakannya. Berbagai jenis wisata banyak ditawarkan di Jogja mulai dari wisata budaya, sejarah, alam sampai wisata minat khusus.

Karna Jogja dikenal sebagai tempat wisata favorit, tentunya Jogja menawarkan panorama kota yang indah dan sarat akan sejarah untuk kamu sobat PKG YIA. Kawasan tersebut tak lain adalah kawasan titik nol kilometer Jogja. Kawasan ini adalah kawasan wisata sejarah karena di kiri-kanannya terdapat bangunan-bangunan kuno yang sering juga disebut loji. Yakni, bangunan-bangunan tua yang besar peninggalan Belanda. Kawasan nol kilometer juga menjadi sentra perekonomian bagi masyarakat Jogja, karena letaknya yang strategis.

Sejarah Titik Nol

Pada sisi Utara, tepatnya di depan Gereja Protestan di sebelah utara Gedung Agung, berdiri jam kota atau stadsklok. Area di seputarnya yang dulu bernama Jalan Margomulyo ini sering disebut Ngejaman. Jam tersebut dibuat tahun 1916, sebagai persembahan masyarakat Belanda pada pemerintahnya untuk memperingati satu abad kembalinya Pemerintahan Kolonial Belanda dari Pemerintahan Inggris yang berkuasa di Jawa pada awal abad ke-19. Sekarang, prasasti kecil yang menunjukkan tulisan itu telah dihilangkan.

Berikutnya, ada bangunan yang mempunyai halaman paling luas di sepanjang ruas dari keraton hingga Tugu kota Jogja. Yaitu, Istana Kepresidenan Gedung Agung. Gedung ini selesai dibangun pada tahun 1832. Gedung tersebut dipakai sebagai tempat tinggal para Residen dan Gubernur Belanda di Jogja. Bangunan ini sempat rusak berat pada saat terjadi gempa bumi besar pada 1867. Pada zaman penjajahan Jepang, gedung ini menjadi kediaman resmi Koochi Zimmukyoku Tyookan, penguasa Jepang di Kota Jogja.

Dari 1946 hingga 1949, gedung ini menjadi tempat kediaman resmi Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia pertama. Saat itu, Jogja menjadi ibukota Republik Indonesia. Kini, Gedung Agung merupakan salah satu Istana Presiden Republik Indonesia yang ada di luar Kota Jakarta. Gedung Agung adalah bangunan yang sarat nilai sejarah, karena menjadi saksi berbagai peristiwa penting di Jogja. Berikutnya, Benteng Vredeburg berada tepat di depan Gedung Agung. Bangunan yang menjadi markas tentara pada zaman kolonial Belanda. Sekarang, difungsikan sebagai museum dengan nama Museum Benteng Vredeburg.

Benteng ini dibangun Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1760 atas permintaan orang-orang Belanda. Bangunannya tersebut disempurnakan pada 1787. Kemudian diberi nama Benteng Rustenburg yang artinya benteng peristirahatan. Bangunan ini juga sempat rusak berat pada saat terjadinya gempa bumi besar, tahun 1867. Setelah dilakukan pembenahan, namanya diganti jadi Benteng Vredeburg yang artinya benteng perdamaian. Masyarakat Jogja tempo dulu menyebut benteng ini dengan nama Lodji Gedhe. Sementara barak-barak tentara di belakangnya disebut Lodji Cilik. Gedung Agung yang berada tepat di depannya, karena memiliki taman yang luas, disebut sebagai Lodji Kebon.

Di sisi Timur Jalan Kyai Haji Ahmad Dahlan, zaman dulu berdiri toko bernama NV Toko Europe, yang menyediakan barang-barang impor untuk keperluan orang-orang Belanda. Pasca kemerdekaan, bekas bangunan toko ini dipergunakan sejumlah kantor. Di antaranya sebagai Kantor kementerian Penerangan, Kantor Persatuan Wartawan Indonesia, serta perwakilan Kantor Berita Antara. Sekarang, semuanya sudah tidak disitu. Di sebelah Timurnya, berdiri Gedung Societet de Vereeniging atau Balai pertemuan yang dikenal masyarakat Jogja dengan nama Balai Mataram. Tempat ini merupakan tempat rekreasi orang-orang Belanda. Billyard merupakan salah satu permainannya, sehingga gedung ini juga disebut Kamar Bola.

Tahun 50-an, gedung ini digunakan sebagai bioskop rakyat dengan nama Senisono. Bioskop ini pindah ke salah satu sudut Alun-alun Utara dan berganti nama menjadi Soboharsono. Saat ini, berubah fungsi menjadi galeri seni. Hingga akhir tahun 80-an, Senisono menjadi pusat kegiatan seni budaya di Kota Jogja. Bekas NV Toko Europe dan Gedung Senisono telah diputar dan menjadi bagian Istana Kepresidenan Gedung Agung. Di sudut Barat Daya Benteng Vredeburg, berdiri monumen yang didirikan untuk mengenang peristiwa Serangan Umum yang dilancarkan pejuang Republik Indonesia terhadap pendudukan Belanda pada 1 Maret 1949.

Bangunan bertingkat yang masih berdiri kokoh di sisi selatan jalan, sekarang dipergunakan sebagai Kantor Bank BNI. Pada zaman kolonial, gedung ini dipergunakan sebagai Kantor Asuransi Nill Maattschappij dan Kantor de Javasche Bank. Lantai bawah gedung ini, pada zaman Jepang dipergunakan sebagai Kantor Radio Hoso Kyoku. Di awal kemerdekaan, studio tersebut digunakan sebagai Studio Siaran Radio Mataram yang dikenal dengan nama MAVRO.

Di sebelang Timur Gedung Bank BNI, berdiri Kantor Pos Besar Yogyakarta. Pada zaman Kolonial Belanda, fungsinya tidak jauh berbeda. Yakni, sebagai kantor pos, telegraf, dan telepon. Di sebelah Timur gedung Bank BNI, berdiri Kantor Perwakilan Bank Indonesia. Dahulu dipergunakan sebagai kantor de Indische Bank. Di depan Gedung Senisono, ada monumen yang mengabadikan telapak tangan sejumlah tokoh Kota Jogja. Monumen yang diresmikan pada 2003 ini dinamakan Monumen Tapak Prestasi Kota Yogyakarta.

Kalau berjalan lurus ke arah Timur dari Kawasan Nol Kilometer menyusuri Jalan Senopati akan ditemui kawasan Kompleks Taman Pintar. Ini merupakan taman yang baru dibangun, menggabungkan permainan dan pendidikan. Di dekat ini, juga ada Shopping Center, pusat penjualan buku di Jogja, dan Taman Budaya dengan Gedung Societet-nya, tempat seniman-seniman Jogja secara rutin menampilkan hasil kreasi seninya. Jika memilih berjalan ke arah Barat dari Titik Nol Kilometer, akan sampai di bagian Utara dari Kampung Kauman. Ini merupakan kawasan perkampungan yang memiliki peran besar dalam sejarah Islam di Indonesia, sebagai tempat lahirnya Muhammadiyah.

Itulah wajah Kota Jogja yang unik dan saling mengisi satu sama lain. Perpaduan yang harmonis, yang tua, klasik, mapan dan matang dengan sejarah, berbaur dengan yang muda, enerjik, ramai, dan modern. Di Kawasan Titik Nol Kilometer inilah, wisatawan bisa merasakan nuansa Jogja masa kini. Titik Nol Kilometer juga berada di sumbu imajiner antara Gunung Merapi, Keraton Ngayogyakarta, dan Laut Selatan. Di sekitar tempat ini, juga terletak di pusat pemerintahan, perdagangan, dan pariwisata. Titik nol ini saat strategis untuk dikembangkan sebagai pusat aktivitas masyarakat dan wisatawan, khususnya aktivitas budaya dan pariwisata.

sibakul

Sibakul Jogja

Recent Posts

Kolaborasi Fordasi 2024: Membangun Sumber Daya Manusia Kreatif dan Inovatif Menuju Indonesia Emas

Fordasi (Forum Desentralisasi Daerah Khusus dan Istimewa) merupakan sebuah inisiatif yang dibentuk secara nasional untuk…

20 hours ago

Diskon Besar-Besaran di Galeri Pasar Kotagede YIA: Kesempatan Belanja Hemat Selama Bulan September

Bagi para wisatawan dan pengunjung Yogyakarta International Airport (YIA), September 2024 adalah bulan yang penuh…

2 weeks ago

Keripik Pare dan Tahu dari UKM @intanrahmadhani_snack: Oleh-Oleh Khas Jogja yang Unik dan Menyehatkan

Ketika berbicara tentang Yogyakarta, oleh-oleh khas menjadi salah satu hal yang tidak boleh dilewatkan. Selain…

2 weeks ago

Gelar Hajatan Merdeka Pasar Kotagede YIA

Dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-79, Pasar Kotagede YIA menghadirkan sebuah acara…

4 weeks ago

Kriya Gelang @unink.collection Produk Unggul berbahan Batu Alam Pilihan

Gelang berbahan batu alam telah meraih popularitas yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir, berkat keindahan…

1 month ago

Selamat Hari Pramuka! Menghidupkan Semangat Kepanduan untuk Generasi Muda Indonesia

Setiap tanggal 14 Agustus, Indonesia memperingati Hari Pramuka, sebuah momen penting yang dirayakan oleh jutaan…

1 month ago