Upacara Sekaten adalah sebuah tradisi tahunan yang dilakukan oleh masyarakat asli di Jogja yang masih ada kaitannya dengan hal keagamaan. Upacara ini dilakukan dalam rangka Maulid Nabi atau memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Pasti sobat PKG YIA makin penasaran kan apa itu Upacara Sekaten ?? yuk kita simak penjelasan di bawah ini !!
Diserap dari bahasa Arab, yakni syahdatain, ini merupakan ritual keagamaan yang dilakukan dengan rutin. Adapun upacara sekaten ini dikenal oleh masyarakat sebagai upacara tradisional Jawa. Upacara ini dilakukan penuh selama seminggu, yang diisi dengan berbagai aktivitas, berupa :
Tradisi dalam penyambutan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW ini dilakukan selama 7 hari.
Biasanya, dilangsungkan sejak tanggal 5 Mulud (Rabiulawal) sore hari sampai dengan tanggal 11 Mulud (Rabiulawal) tengah malam. Ini adalah tradisi Islam yang telah dilakukan pada awal Kesultanan Demak. Selain itu, asal usul tradisi ini bermula ketika Sunan Kalijaga mengidekan untuk melakukan pementasan gamelan di halaman masjid pada masa lampau.
Hal ini dibantu oleh para sultan yang menjabat pada masa itu. Sejak saat itu, pementasan musik dengan gamelan dilakukan untuk perayaan Maulid Nabi atau dikenal dengan sekaten.
Adapun, ini juga campur tangan dari budaya Hindu, Jawa, dan umat Muslim. Alasan khusus diberlakukan ritual keagamaan ini adalah untuk mengenalkan agama Islam ke masyarakat umum.
Upacara Sekaten biasanya berlangsung di alun-alun utara Yogyakarta. Secara bersamaan, ini juga dirayakan di alun-alun utara Surakarta. Ini menjadi lokasi yang cukup sering dikunjungi sebagai tempat wisata di Jogjakarta. Upacara ini awalnya dipopulerkan oleh Sultan Hamengkubuwano I, yakni pendiri Kesultanan Yogyakarta.
Tujuan perayaan upacara sekaten adalah untuk menyebarkan dan berdakwah agama Islam. Arti dari sekaten ini adalah perasan senang dan tanda syukur atas kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Yang pasti, penyambutan ini dilakukan dengan suasana meriah dan penuh sukacita. Penyerapan kata Arab syahdatain ini juga memiliki arti tersendiri. Sejumlah orang mempercayai bahwa ini artinya adalah kalimat syahadat. Kalimat ini yang diucapkan seseorang ketika ingin memeluk agama Islam.
Upacar sekaten ini bisa dibilang harus melalui prosesi yang cukup panjang, yakni mulai dari persiapan hingga hari besar perayaan. Berikut sejumlah rangkaian proses dari tradisi penyambutan Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW:
1. Persiapan Peralatan Budaya
Persiapan dari upacara sekaten ini dinilai cukup rumit. Untuk persiapan dalam bentuk fisik, diperlukan menyiapkan berbagai benda-benda dan peralatan kebudayaan.
Salah satu alat musik utama yang dilakukan yakni gamelan, terutama milik Kanjeng Kyai Sekati. Ini dilengkapi dengan pengumpulan lagu-lagu untuk mengiringi pementasan gamelan nanti.
Konon, lagu-lagu yang dipakai tersebut merupakan ciptaan Walisongo pada masa Kerajaan Demak. Tak sampai di situ, adapun berbagai alat budaya lainnya yang diperlukan, yakni:
Nantinya, naskah tersebut akan dibacakan oleh Kyai Pengulu pada tanggal 11 Rabiulawal malam.
2. Persiapan Mental
Tak kalah penting yang harus adalah persiapan mental sebelum upacara sekaten itu dimulai. Persiapan non fisik ini para abdi dalem (pelaksana Keraton) yang akan terlibat untuk mempersiapkan diri, terutama mental.
Karena, ritual kebudayaan ini dinilai cukup sakral dan perlu dilakukan dengan hikmat. Nantinya, para abdi dalem yang bertugas, perlu menyucikan diri dengan berpuasa dan siram jamas (mandi keramas).
Gamelan pusaka adalah benda pusaka Keraton yang nantinya akan dimainkan ketika pementasan berlangsung.
3. Pementasan Gamelan Pusaka
Proses selanjutnya dalam upacara sekaten adalah gamelan mulai dibunyikan. Gamelan sekaten akan dibunyikan di dalam Keraton, tepatnya di Bangsal Ponconiti yang berada di halaman Kemandhungan atau Keben.
Pada waktu tertentu, nantinya gamelan milik Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai Nagawilaga dikeluarkan dari tempat persemayamannya.
Pementasan alat musik gamelan ini dilakukan cukup sakral dan diikuti tradisi budaya lainnya.
4. Pembacaan Naskah Suci
Menuju ke puncak acara, yakni malam ketujuh, tepatnya tanggal 11 Rabiulawal malam yaitu pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW yang diselenggarakan di Masjid Besar Yogyakarta.
Ini juga berlangsung penyebaran udhik-udhik oleh para sultan. Udhik-udhik adalah tradisi menebarkan atau melemparkan uang logam. Tujuannya untuk membagikan kepada tamu yang hadir dalam acara besar di masyarakat Jawa.
Pada saat pembacaan Mulud Nabi Muhammad SAW, dilanjutkan dengan persembahan bunga kanthil dari Kyai Pengulu.
5. Kondur Gongso
Penutupan acara dari upacara sekaten dikenal dengan kondur gongso. Kondur gonso adalah prosesi gamelan pusaka dikembalikan lagi ke Keraton. Ini dilakukan pada tanggal 11 Rabiulawal, tepatnya pukul 24.00 WIB, setelah sultan meninggalkan Masjid Besar.
Sesampainya di Keraton, gamelan akan disemayamkan di tempatnya semula. Dengan disimpannya gamelan pusaka Kanjeng Kyai Sekati di Keraton, ini menandakan bahwa upacara sekaten telah selesai.
Sobat PKG YIA bisa melihat tradisi ini setiap tahunnya lhoo !!
Keluarga Besar Dinas Koperasi UKM DIY dengan penuh suka cita mengucapkan Selamat Memperingati Maulid Nabi…
Yogyakarta, kota budaya yang terkenal dengan kerajinan tangan berkualitas, tak hanya memikat wisatawan dengan keindahan…
Kain tradisional Indonesia merupakan warisan budaya yang sarat dengan nilai sejarah dan filosofi. Di tengah…
Yogyakarta selalu memikat hati para wisatawan dengan kekayaan budaya, keindahan alam, dan keramahan penduduknya. Setelah…
Di tengah perkembangan industri fashion yang semakin pesat, tas tidak lagi sekadar menjadi aksesori untuk…
Jogja selalu memikat hati para wisatawan dengan pesona budaya dan seni tradisionalnya. Salah satu oleh-oleh…