Di Indonesia, baju koko diidentikkan dengan baju muslim kaum pria. Tak heran jika menjelang Lebaran, baju ini selalu laris dicari pria. Ada masanya baju ini hanya dipakai pria ketika beribadah di masjid atau untuk merayakan momen Lebaran. Tetapi sekarang baju koko sering terlihat dikenakan di acara pesta. Modelnya pun semakin beragam.
Sebenarnya, dari mana asal mula baju koko?
Seperti dikutip dengan owner bahwa berdirinya tokolup berawal dari seorang ibu rumah tangga. Berdiri pada tahun 2010 dan akhirnya memilih terjun di dunia online. Karena untuk penjualanya sendiri menggunakan online. Perpaduansarung dan baju koko dalam berbagai model dan juga ukuran.
Hingga awal abad ke-20, para pria Tionghoa yang tinggal di Indonesia menerapkan busana tui-khim dengan celana panjang semata kaki untuk kegiatan sehari-hari. Lambat laun, baju tui-khim juga digunakan oleh warga pribumi seiring membaurnya masyarakat Tionghoa dengan pribumi.
Sementara menurut David Kwa, pengamat budaya Tionghoa, tui-khim juga dipakai di kalangan masyarakat Betawi dan dikenal dengan sebutan baju tikim. Kwa menyatakan bahwa ciri-ciri baju tikim sama seperti baju koko.
Diduga, awal mula istilah “koko” muncul karena pria Tionghoa yang menggunakan baju itu disebut engko-engko, yang dalam bahasa Indonesia berkembang menjadi koko.
Di tahun 1911, sejak berdirinya Perhimpunan Tionghoa di Hindia Belanda, baju tui-khim dan celana komprang mulai ditinggalkan. Para pria China diperbolehkan mengenakan pakaian Belanda.
Dalam tradisi orang Jawa, ada baju tradisional yang disebut Surjan. Baju surjan dipercaya menjadi “pencetus” kelahiran baju koko di Indonesia. Surjan berasal dari dua suku kata, yaitu “su” dan “ja”. Artinya adalah nglungsur wontern jaja atau meluncur melalui dada. Maka dari itulah, baju surjan ini memiliki panjang yang sama di bagian depan dan belakang. Umumnya, baju surjan dipakai untuk menghadiri acara resmi seperti upacara adat Jawa, dan dilengkapi aksesori blangkon atau beberan.
Ciri khas dari baju surjan yaitu motifnya berupa garis-garis yang membentang secara vertikal, dengan warna cokelat muda atau cokelat tua. Sedangkan, baju koko memiliki ciri khas berkerah tegak dengan lengan panjang mirip jas Jawa. Konon, baju ini adalah hasil sentuhan dari Sunan Kalijaga. Model baju surjan Jawa tadinya berlengan pendek.
Namun Sunan Kalijaga memodifikasi baju itu menjadi baju takwa dengan lengan panjang. Mengapa namanya baju takwa? Sebab, baju itu dipakai saat ada acara yang berkaitan dengan keagamaan. Tetapi, baju takwa disebut tidak diadopsi dari baju tui-khim.
Dalam buku berjudul Perangkat/Alat-alat dan Pakaian serta Makna Simbolis Upacara Keagamaan di Lingkungan Keraton Yogyakarta, M Jandra menuliskan bahwa di leher baju takwa terdapat tiga buah kancing. Ketiga kancing tersebut melambangkan iman, ikhsan, dan Islam.
Sementara itu, di bagian bahu kanan dan bahu kiri baju takwa ada masing-masing tiga kancing yang merupakan simbol dua kalimat syahadat. Ciri khas lain dari baju takwa yaitu enam kancing di lengan kiri dan lengan kanan yang melambangkan rukun iman. Lima kancing depan di bagian dada baju, disebut melambangkan rukun Islam.