Dalam era kemajuan yang terus berlanjut, menjaga warisan budaya dan tradisi bisa menjadi tantangan yang sulit. Namun, hal ini berbeda di Desa Manding.
Desa ini termasuk dalam kategori desa wisata di Indonesia dan merupakan satu-satunya desa di Yogyakarta yang masih mempertahankan keahlian kerajinan kulitnya hingga saat ini.
Terletak di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Desa Manding terkenal sebagai pusat kerajinan kulit yang menawarkan berbagai produk seperti tas, jaket, sepatu, dan sandal kulit.
Berbeda dengan kerajinan kulit biasa, produk dari Desa Manding memiliki bahan dan teknik pembuatan yang unik dan istimewa. Kerajinan kulit Manding dibuat dari kulit nabati yang diproses menggunakan teknik tatah timbul.
Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Manding, Jumakir, menjelaskan bahwa “Jika tidak ada ukiran tatah timbulnya, berarti produk tersebut bukan berasal dari Manding. Selain itu, ciri khas lainnya adalah bahwa produk-produk ini dijahit dengan tangan dan memiliki bentuk yang sangat berbeda dari produk lainnya.”
Tatah timbul kulit adalah teknik pengolahan kerajinan yang menggunakan kulit samak sebagai media eksplorasi. Secara khusus, teknik ini menciptakan efek timbul dari permukaan produk kulit yang dibuat.
Desa Manding memiliki sejarah panjang sebagai pusat kerajinan kulit
Kisah tentang desa ini mencerminkan sebuah perjalanan yang mengesankan. Awalnya, desa ini hanyalah sebuah pemukiman biasa di mana penduduknya mengandalkan pertanian seperti sawah dan ladang sebagai sumber penghasilan utama.
Namun, melalui inisiatif penduduknya untuk menciptakan peluang kerja, Desa Manding kemudian tumbuh menjadi salah satu pusat kerajinan kulit terkemuka di Indonesia. Salah satu tokoh utama dalam perkembangan ini adalah Ratno Suharjo, yang merupakan pelopor dalam bidang kerajinan kulit generasi pertama di desa tersebut.
Kisah dimulai sekitar tahun 1947 ketika Ratno dan dua temannya melakukan perjalanan ke Yogyakarta. Di Museum Kereta Kencana, mereka melihat para pengrajin yang membuat pelana dan kursi dari kulit. Kemudian, mereka meminta izin untuk bekerja di museum tersebut.
Awalnya, mereka hanya mengumpulkan kulit bekas, tetapi dalam sepuluh tahun pertama, warga desa berhasil memproduksi berbagai produk seperti ikat pinggang, tas, dan lainnya. Dari produk-produk tersebut, Ratno dan rekan-rekannya mencari pasar yang lebih luas, dan akhirnya menemukan Pasar Ngasem.
Pasar tradisional ini, yang terletak di Patehan, Kecamatan Kraton, Yogyakarta, menjadi gerbang bagi pembeli dari dalam dan luar negeri yang jatuh cinta pada karya tangan para warga Desa Manding.
Ketika itu, Desa Manding menjadi pelopor dalam ekspor produk kulit, karena mendapat pesanan dari luar negeri, termasuk India, Belgia, dan Australia. Kedatangan pembeli asing ke Manding mengakibatkan pesanan tidak hanya dalam jumlah sedikit, melainkan dalam jumlah yang mencapai ratusan, demikian yang dijelaskan oleh Jumakir.
Saat ini, Desa Manding telah mengalami transformasi menjadi desa wisata yang menarik perhatian. Selain menjual produk kerajinan kulit, desa ini juga telah berubah menjadi destinasi wisata yang menawarkan pengalaman menarik bagi pengunjung dari luar desa.
Tersedia berbagai jenis paket wisata, termasuk paket wisata budaya. Salah satu yang menarik adalah kesempatan bagi pengunjung untuk merasakan membuat kerajinan kulit langsung di sumbernya. Pengunjung dapat mengikuti aktivitas seperti membuat gantungan kunci, dompet, dan tempat pensil dari kain perca, atau mengikuti pelatihan dalam teknik natah timbul.
Akses menuju Desa Wisata Manding sangat mudah, karena terletak di jalan utama Jogja-Parangtritis Km 11.
Berkat tekad dan kerja sama antara warga desa untuk menggerakkan perekonomian mereka, Desa Manding telah menjadi salah satu desa wisata paling ramai dikunjungi di Yogyakarta, terutama berkat kerajinan kulitnya yang unik.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul, Kwintarto Heru Prabowo, mengakui hal ini dan menggambarkan Manding sebagai pusat kerajinan kulit terbesar dengan jumlah wisatawan yang banyak datang.
Terkait Desa Manding, dia menyatakan, “Dari berbagai desa wisata, kunjungan tertinggi memang terjadi di Manding. Banyak wisatawan datang khusus untuk berbelanja produk kerajinan kulit.”
Selain Desa Manding, masih banyak desa wisata lain di sekitarnya yang memiliki kisah inspiratif, terutama dalam hal upaya bersama warganya untuk memajukan ekonomi desa mereka. Sobat PKG YIA bisa mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai kisah-kisah desa inspiratif dapat ditemukan di https://ayobangundesadigital.id/.