Blog Pasar Kota Gede YIA

Taman Siswa : Saksi Perjuangan Ki Hajar Dewantara

Taman SiswaYogyakarta atau sering disebut Jogja merupakan daerah istimewa dan destinasi wisata terfavorit di Indonesia setelah Bali tentunya menawarkan berbagai macam pesona keindahan dan keunikan-keunikan didalamnya yang membuat nyaman pengunjungnya dan takkan bisa melupakannya. Berbagai jenis wisata banyak ditawarkan di Jogja mulai dari wisata budaya, sejarah, alam sampai wisata minat khusus.

Jogja tidak hanya dikenal sebagai tempat wisata favorit, tetapi dikenal juga sebagai kota yang sarat akan sejarah perjuangan pahlawan Indonesia khususnya dalam dunia pendidikan Indonesia. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia khususnya sobat PKG YIA tentunya sudah tidak asing lagi dengan seorang tokoh yang bernama Ki Hajar Dewantara.

Dimana sosok Ki Hajar Dewantara ini sangat erat kaitannya dengan pendidikan Indonesia.  Bahkan tanggal 2 Mei yang menjadi hari lahir Ki Hajar Dewantara diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagi kamu yang berkunjung ke Jogja mungkin pernah mengunjungi Taman Siswa.

Sebenarnya Taman Siswa merupakan rumah pertama Ki Hajar Dewantara yang saat ini dijadikan sebagai Museum Taman Siswa. Rumah inilah yang menjadi saksi perjuangan Ki Hajar Dewantara untuk pendidikan tanah air. Tidak heran jika wisata Taman Siswa banyak diminati khususnya pelajar.

Bagi kamu yang penasaran dengan sosok Ki Hajar Dewantara, kamu bisa mempelajari sekilas mengenai perjuangan beliau untuk dunia pendidikan. Perjuangan tersebut dimulai dengan memberikan kritik terhadap sistem pendidikan di kolonialisme yang hanya mengizinkan anak-anak kaum ningrat, priyayi, dan keturunan Belanda yang berhak bersekolah. Atas kritiknya, Ki Hajar Dewantara akhirnya diasingkan ke Belanda.

Sepulangnya dari pengasingan tersebut, akhrinya Ki Hajar Dewantara mendirikan perguruan Nasional yang diberi nama Taman Siswa.

Sejarah Taman Siswa

Pada tanggal 3 Juli 1922 organisasi Taman Siswa didirikan karena adanya ketidakpuasan terhadap sistem Pendidikan yang ada di masa itu. Waktu itu pemerintahan Belanda masih menguasai Indonesia dan sistem pendidikannya.

Pemerintahan Belanda tidak membebaskan semua rakyat Indonesia untuk bersekolah. Hanya anak bangsawan, konglomerat, dan kalangan raja saja yang boleh bersekolah. Padahal, semua rakyat Indonesia sangat membutuhkan pendidikan agar bisa segera merdeka dan bebas dari penjajahan.

Organisasi ini didirikan untuk mengenalkan pendidikan kepada masyarakat Indonesia agar menjadi bangsa yang merdeka. Perguruan Taman Siswa berkembang hingga terbentuk  Taman Indriya sebagai sekolah untuk taman kanak-kanak dan Perguruan Tinggi Sarjanawiyata Taman Siswa.

Pendiri

Pendiri organisasi ini adalah R.M. Soewani Soeryaningrat atau yang sering kita sebut dengan Ki Hajar Dewantoro. Dia adalah tokoh bangsawan yang pada waktu itu menjadi pencetus organisasi pendidikan pertama di Indonesia.

Ki Hajar Dewantara yang dulunya pernah menjadi wartawan dan aktif di dunia politik dikenal sebagai sosok bangsawan yang memiliki pemikiran jauh ke depan. Dia aktif sebagai penulis yang memiliki kebudayaan tinggi dan sangat termotivasi untuk bersekolah di Belanda.

Pada tahun 1919 setelah pulang dari Belanda, Ki Hajar Dewantara bersama dengan teman-temannya mengadakan pertemuan di halaman rumahnya. Halaman rumah itu kini menjadi pendopo Taman Siswa di Yogyakarta.

Ajaran Ki Hajar Dewantara

Ajaran Ki Hajar Dewantara yang sampai saat ini masih terkenal antara lain :

• Ing Ngarsa Sung Tulada yang artinya di depan memberi teladan dan contoh.

• Ing Madya Mangun Karsa yang artinya di tengah membangun prakarsa atau menjadi penyemangat.

• Tut Wuri Handayani yang artinya dari belakang mendukung atau memberi dukungan.

Ketiga semboyan yang merupakan ajaran Ki Hajar Dewantara ini paling kita kenal sebagai slogan sekolah di Indonesia.

Selain itu, ada juga konsep belajar tiga dinding. Konsep ini mengacu pada bentuk ruang sekolah yang rata-memiliki empat dinding. Ki Hajar menyarankan, ruang kelas hanya dibangun dengan tiga sisi dinding; sedangkan satu sisi lainnya terbuka. Filosofi ini mencerminkan, seharusnya tidak ada batas atau jarak antara dunia pendidikan di dalam kelas dengan realitas di luarnya.

Dengan kata lain, sekolah sebaiknya tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga kemampuan lainnya. Sehingga, anak tidak hanya pandai secara akademik, tetapi juga mampu menerapkan ilmunya tersebut.

Bentuk konsep tiga dinding ini bisa diterjemahkan dengan berbagai kegiatan tambahan di luar sekolah seperti outbond dan karya wisata ke berbagai tempat. Tentu saja, kegiatan-kegiatan tambahan itu dikemas dengan nilai-nilai edukatif.

Pendidikan memanusiakan manusia

Berdasarkan pandangan Ki Hajar Dewantara, “pengajaran” haruslah bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah seperti kemiskinan dan kebodohan. Sebaliknya, “pendidikan” haruslah memerdekakan manusia dari aspek hidup batin. Melalui pendidikan, manusia dididik memiliki otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat serta mentalitas demokratik.

Pendidikan juga harus dimulai dari persamaan persepsi pemangku pendidikan tentang konsep mendidik itu sendiri. Dalam arti yang sesungguhnya, pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia (humanisasi), misalnya melalui konsep “penguasaan diri”.  Ki Hajar meyakini, jika setiap peserta didik mampu menguasai dirinya, maka mereka juga akan mampu menentukan sikapnya sebagai pribadi merdeka, mandiri dan dewasa.

sibakul

Sibakul Jogja

You may also like...