Gereja Santo Yusuf – Yogyakarta atau sering disebut Jogja tidak hanya dikenal dengan keberagaman tempat wisatanya. Tetapi Jogja juga dikenal dengan keberagaman budaya dan agama yang dianut oleh masyarakatnya. Adapun bukti keberagaman agama dan sikap toleransi yang dianut oleh masyarakat Jogja ini adalah adanya banyak tempat ibadah dari berbagai macam agama yang sarat akan sejarah.
Salah satu contoh tempat ibadah yang sarat akan sejarah di Jogja itu adalah Gereja Santo Yusuf Bintaran. Gereja Santo Yusuf Bintaran ini dikenal dengan gejera Jawa pertama di Jogja. Sobat PKG YIA penasarankan tentunya ?? Yukk kita simak penjelasan di bawah ini !!
Sekilas Mengenai Gereja Santo Yusuf Bintaran
Dahulu kala, permukiman orang-orang Eropa dibangun di kawasan bernama Loji Cilik atau Loji Kecil. Kawasan ini semakin meluas hingga ke daerah di sebelah timur Sungai Code, yang kemudian dinamakan dengan Bintaran. Permukiman Bintaran dikembangkan dan diperluas oleh pemerintah Belanda, sehingga banyak orang-orang Belanda yang menetap. Meningkatnya jumlah umat Katolik dan untuk melengkapi fasilitas pemukiman berupa tempat peribadatan maka dibangunlah Gereja Katolik Santo Yusup.
Gereja Katolik Santo Yusup merupakan gereja Jawa pertama di Yogyakarta. Pembangunan gereja diperuntukkan bagi kaum pribumi yang berada di bagian tenggara Yogyakarta. Gereja Katolik Santo Yusup dikenal pula dengan sebutan Gereja Bintaran karena terletak di kawasan Bintaran. Gereja Katolik Santo Yusup didirikan karena penuhnya jemaat di Gereja Kidul Loji. Ini membuktikan meningkatnya umat Katolik pribumi di Yogyakarta.
Kesadaran perlunya ruang ibadah yang lebih luas membuat Romo A. van Driessche, SJ dan Dawoed memelopori pendirian Gereja Katolik Santo Yusup. Gereja Santo Yusup dibangun pada 1933–1934, dan diresmikan pada 8 April 1934 oleh Romo A.TH. Van Hoof SJ. Romo pertama yang memimpin gereja adalah Romo A.A.C.M de Kupyer SJ yang dibantu oleh Romo A. Soegijapranata.
Gereja Multifungsi
Tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, ternyata Gereja Santo Yusup Bintaran juga pernah berperan dalam perjuangan bangsa Indonesia. Tepatnya pada perjuangan mempertahankan kemerdekaan NKRI tahun 1947-1948. Pada saat itu, Gereja Katolik Santo Yusup aktif digunakan sebagai tempat perjuangan. Pada Januari 1946 pemerintahan Indonesia pindah dari Jakarta ke Yogyakarta, karena Jakarta telah dikuasai oleh Belanda. Hal ini diikuti warga sipil yang mengungsi dari daerah yang dikuasai Belanda. Saat Soekarno diasingkan ke Bangka tahun 1947, Soekarno mengungsikan Fatmawati di Gereja Katolik Santo Yusup. Hal tersebut dilakukan untuk melindungi Fatmawati dari serdadu Belanda.
Ketika Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948, Gereja Santo Yusup Bintaran menjadi tempat bagi Romo A. Soegijapranata dan gerilyawan Katolik saling berkomunikasi. Keberadaan Romo A. Soegijapranata yang lama di Bintaran, membuat banyak gerilyawan berkonsultasi dengan beliau. Hal ini menunjukkan bahwa gereja juga berperan sebagai fasilitas pendukung perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Gereja Santo Yusup pernah digunakan untuk menggelar Kongres Umat Katolik Seluruh Indonesia (KUKSI) pertama pada 7-12 Desember 1949. Kongres tersebut diprakasai oleh I.J Kasimo.
Arsitektur Gereja
Gereja Santo Yusup dirancang oleh seorang arsitek Belanda bernama J.H van Oijen B.N.A. Pembangunannya oleh Hollandsche Beton Maatschappij. Seluruh landasan bangunan gereja adalah beton. Arsitektut Gereja Santo Yusup berciri khas Eropa dan Jawa. Pada awalnya, bangunan gereja berukuran panjang 36 m hingga di bagian bangku tempat komuni, bagian kiri dan kanan sepanjang 20 m, lebar bagian tengah 10 m, dan setiap sisinya 5 m. Keseluruhan bangunan Gereja Santo Yusup terbagi menjadi empat kelompok ruang, antara lain gedung gereja, panti paroki, gedung komunikasi sosial keuskupan agung Semarang, dan pastoran.
Gereja Santo Yusup menghadap ke utara dan memanjang ke selatan. Terdapat dua pintu gerbang yang berada di sebelah utara dan barat. Atap gereja ini berbentuk setengah lingkaran. Pada ujung atap terdapat lonceng yang digantungkan sebagai hiasan. Gereja Santo Yusup memiliki keunikan tersendiri yakni terdapat rooster atau kisi-kisi berjumlah 72 buah sebagai masuknya sinar matahari. Setiap sisi dinding gereja dipasang lukisan berwarna dan berbingkai kayu yang menggambarkan kisah kesengsaraan Tuhan Yesus. Terdiri dari 7 panel di sebelah kanan maupun sebelah kiri.
Gereja Santo Yusup Bintaran ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya berdasarkan SK Menteri PM.25/PW.007/MKP/2007 Tentang Penetapan Situs dan Bangunan Tinggalan Sejarah dan Purbakala di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Gereja Santo Yusup sekarang beralamat di Jalan Bintaran Kidul No.5, Kelurahan Wirogunan, Kecamatan Mergangsan, Yogyakarta.
Lokasi
Gereja Santo Yusuf Bintaran ini berada di Jl. Bintaran Kidul No.5, Wirogunan, Kec. Mergangsan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa.